Apakah Anda ingin tahu bagaimana AI mendeteksi kanker lebih awal dari gambar? Mari pelajari lebih lanjut bersama INVIAI dalam artikel ini!
Deteksi dini kanker sangat meningkatkan peluang hidup. Kecerdasan buatan (AI) kini membantu dokter menemukan tumor pada gambar medis lebih cepat dan dengan akurasi yang lebih tinggi.
Dengan melatih model pembelajaran mendalam pada ribuan pemindaian dan slide yang telah diberi anotasi, AI dapat mempelajari pola yang bahkan mungkin terlewat oleh klinisi ahli.
Dalam praktiknya, alat AI menganalisis gambar seperti mamogram, CT dada, sinar-X, MRI, ultrasound, dan slide patologi, menandai area mencurigakan dan mengukur risiko.
Misalnya, ultrasound yang ditingkatkan dengan AI membantu seorang pasien menghindari biopsi tiroid yang tidak perlu dengan menunjukkan benjolan tersebut bersifat jinak.
Para ahli mengatakan AI dalam perawatan kanker adalah “kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya” untuk meningkatkan diagnosis dan pengobatan.
- 1. Bagaimana AI Menganalisis Gambar Medis
- 2. Skrining Kanker Payudara
- 3. Skrining Kanker Paru-Paru
- 4. Kanker Kulit (Melanoma)
- 5. Skrining Kanker Serviks
- 6. Skrining Kanker Kolon dan Rektum
- 7. AI dalam Patologi dan Pencitraan Lainnya
- 8. Manfaat AI dalam Deteksi Dini
- 9. Tantangan dan Pertimbangan
- 10. Arah Masa Depan
Bagaimana AI Menganalisis Gambar Medis
Sistem AI untuk pencitraan biasanya menggunakan pembelajaran mendalam (terutama jaringan saraf konvolusional) yang dilatih pada dataset besar. Selama pelatihan, algoritma belajar mengekstrak fitur (seperti bentuk, tekstur, warna) yang membedakan jaringan kanker dari jaringan sehat.
Setelah dilatih, model AI memindai gambar baru dan menyoroti pola yang sesuai dengan fitur kanker yang telah dipelajari.
Secara efektif, AI menjadi “pembaca kedua” yang sangat sensitif, menunjukkan lesi halus yang mungkin terlewat oleh manusia. Misalnya, AI yang meninjau mamogram atau irisan CT dapat menandai kalsifikasi kecil atau nodul dengan kotak berwarna dan peringatan untuk diperiksa oleh radiolog.
Analisis AI juga dapat memperkirakan risiko: beberapa algoritma memprediksi risiko kanker masa depan pasien dari satu gambar (menggunakan korelasi yang dipelajari), memungkinkan dokter menyesuaikan interval skrining.
Dalam satu kasus, ultrasound tiroid yang dianalisis AI secara meyakinkan mengidentifikasi jaringan jinak, sesuai dengan hasil biopsi berikutnya dan mengurangi kecemasan pasien.
Skrining Kanker Payudara
Mamografi adalah contoh utama di mana AI memberikan dampak signifikan. Studi menunjukkan dukungan AI dapat meningkatkan deteksi kanker payudara dalam skrining secara signifikan.
Dalam uji coba besar di Jerman, radiolog yang dibantu alat AI menemukan 17,6% lebih banyak kanker dibandingkan tanpa AI.
Secara khusus, kelompok yang dibantu AI mendeteksi 6,7 kanker per 1.000 wanita dibandingkan 5,7 per 1.000 pada kelompok standar, sambil sedikit mengurangi tingkat panggilan ulang (alarm palsu).
Secara umum, AI dalam mamografi dapat:
- Meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas. Penelitian yang didanai NCI melaporkan algoritma gambar AI “meningkatkan deteksi kanker payudara pada mamografi” dan juga dapat membantu memprediksi lesi mana yang akan menjadi invasif di kemudian hari.
- Mengidentifikasi temuan halus. AI dapat menandai kelompok kecil mikrokalsifikasi atau asimetri yang mudah terlewat selama skrining rutin, berperan sebagai pembaca ahli tambahan.
- Mengurangi beban kerja dan variabilitas. Dengan melakukan pra-skrining gambar, AI dapat memprioritaskan kasus mencurigakan untuk radiolog, membantu mengatasi peningkatan volume mamogram.
Perlu dicatat, FDA telah menyetujui beberapa alat mamografi berbantuan AI (misalnya iCAD, SmartMammo dari DeepHealth) untuk penggunaan klinis, mengakui kemampuannya mendeteksi kanker lebih awal dalam kondisi nyata.
Skrining Kanker Paru-Paru
AI juga diterapkan untuk deteksi kanker paru-paru pada gambar medis. Pemindaian CT dosis rendah (LDCT) digunakan untuk skrining perokok berisiko tinggi; AI dapat meningkatkan ini dengan memperbaiki kualitas gambar dan deteksi lesi.
Salah satu keunggulannya adalah pengurangan dosis: algoritma rekonstruksi gambar berbasis AI dapat menghasilkan gambar CT yang jelas dengan radiasi lebih rendah dibandingkan pemindaian LDCT saat ini.
Selain itu, sistem computer-aided detection (CAD) berbasis AI secara otomatis memindai setiap irisan CT untuk nodul. Ketika nodul potensial ditemukan, AI menandainya pada gambar untuk diperiksa dokter.
Singkatnya, AI dapat berfungsi sebagai pembaca kedua yang sensitif pada gambar paru-paru.
Misalnya, model terbaru menunjukkan sensitivitas tinggi untuk nodul paru jinak dan ganas (dengan sistem riset mendeteksi >90% nodul pada pemindaian uji). FDA AS telah menyetujui alat AI untuk membantu skrining kanker paru, mengakui perannya dalam diagnosis lebih awal.
AI juga dapat membantu personalisasi skrining: dengan menggabungkan pencitraan dan data pasien, algoritma dapat mengelompokkan siapa yang perlu pemindaian lebih sering.
(Namun, studi CAD saat ini menunjukkan bahwa meskipun AI menemukan lebih banyak nodul total, sebagian besar peningkatan adalah pada nodul kecil berisiko rendah, dan belum secara signifikan meningkatkan deteksi lesi lanjut.)
Kanker Kulit (Melanoma)
Pencitraan dermoskopik (foto kulit yang diperbesar) adalah area lain di mana AI unggul. Model pembelajaran mendalam mutakhir yang dilatih pada puluhan ribu gambar lesi kulit dapat mengklasifikasikan tahi lalat sebagai jinak atau ganas dengan akurasi tinggi.
Dalam satu studi terbaru, jaringan saraf yang ditingkatkan mencapai akurasi 95–96% dalam mengidentifikasi melanoma tahap awal dari gambar dermoskopi.
Ini penting: melanoma tahap awal memiliki prognosis sangat baik (sekitar 98% kelangsungan hidup 5 tahun), sedangkan kelangsungan hidup melanoma tahap lanjut jauh lebih rendah.
Dengan menyoroti tahi lalat mencurigakan untuk biopsi, AI dapat membantu dokter kulit mendiagnosis melanoma lebih cepat.
Alat AI bahkan dikemas dalam aplikasi ponsel atau perangkat yang mengevaluasi foto tahi lalat dan memperkirakan risikonya, berpotensi memperluas deteksi dini ke layanan primer.
Skrining Kanker Serviks
AI meningkatkan skrining kanker serviks dengan menganalisis gambar digital serviks. Misalnya, sistem CerviCARE menggunakan pembelajaran mendalam pada foto “cervicography” (gambar mirip kolposkopi) untuk membedakan lesi prakanker.
Dalam uji coba multisentra, AI CerviCARE mencapai sensitivitas 98% untuk lesi serviks tingkat tinggi (CIN2+), dengan spesifisitas 95,5%.
Dalam praktik, AI seperti ini dapat membantu di tempat yang kekurangan ahli kolposkopi: algoritma secara otomatis menyoroti area yang perlu diperhatikan, memastikan tidak ada jaringan prakanker yang terlewat.
AI jenis ini bekerja berdampingan dengan tes Pap smear dan HPV tradisional untuk mendeteksi penyakit lebih awal.
NCI juga mencatat penelitian tentang AI untuk otomatisasi deteksi prakanker dalam skrining serviks.
Skrining Kanker Kolon dan Rektum
Selama kolonoskopi, AI membantu secara real time. Sistem modern terus menganalisis video dari kolonoskop. Ketika kamera menangkap polip atau jaringan mencurigakan, AI menyorotnya di layar (sering dengan kotak berwarna dan peringatan suara) untuk menarik perhatian dokter.
Kolonoskopi berbantuan AI: sistem mengidentifikasi polip “datar” (disorot biru) yang dapat diangkat oleh dokter.
Studi menunjukkan penggunaan AI dalam kolonoskopi meningkatkan jumlah total polip yang terdeteksi, terutama adenoma kecil. Ini berarti AI membantu dokter menemukan pertumbuhan dini yang mungkin terlewat.
Dalam satu uji coba besar (studi CADILLAC), deteksi adenoma secara keseluruhan meningkat dengan bantuan AI. Namun, para ahli juga mencatat sebagian besar peningkatan adalah untuk polip kecil berisiko rendah, dan penambahan AI tidak secara signifikan meningkatkan deteksi adenoma besar berisiko tinggi dalam studi tersebut.
Dengan kata lain, AI sangat baik menunjukkan banyak lesi kecil, tetapi apakah AI meningkatkan temuan prakanker paling berbahaya masih dalam evaluasi.
Meski begitu, “mata kedua” AI dapat mengurangi kesalahan akibat kelelahan dan menurunkan variabilitas antar dokter. FDA telah menyetujui sistem AI (CADe) untuk kolonoskopi klinis guna membantu endoskopis mendeteksi polip.
AI dalam Patologi dan Pencitraan Lainnya
Jangkauan AI melampaui pencitraan langsung ke patologi dan pemindaian khusus. Slide patologi digital (pemindaian resolusi tinggi dari biopsi jaringan) dibaca oleh algoritma AI.
Misalnya, AI baru bernama CHIEF dilatih pada lebih dari 60.000 gambar slide utuh dari 19 jenis kanker.
AI ini secara otomatis mendeteksi sel kanker dalam slide dan bahkan memprediksi profil molekuler tumor dari fitur visual. Dalam pengujian, CHIEF mencapai akurasi sekitar 94% dalam mendeteksi kanker pada slide yang belum pernah dilihat sebelumnya di berbagai organ.
Demikian pula, FDA telah menyetujui perangkat lunak AI untuk menyoroti area kanker pada spesimen biopsi prostat, membantu ahli patologi fokus pada area kritis. Alat AI juga disetujui untuk interpretasi MRI tumor otak dan ultrasound nodul tiroid, antara lain.
Singkatnya, AI menjadi asisten serbaguna: dari pemindaian MRI/CT hingga sinar-X dan slide mikroskop, AI menandai kelainan yang perlu diperhatikan.
Manfaat AI dalam Deteksi Dini
Di berbagai aplikasi, AI menawarkan beberapa keuntungan utama untuk mendeteksi kanker lebih awal:
- Sensitivitas Lebih Tinggi: AI dapat mendeteksi tanda yang sangat halus. Dalam skrining payudara, AI menangkap sekitar 20–40% kanker interval (tumor yang terlewat pada pembacaan pertama) saat diterapkan secara retrospektif pada mamogram sebelumnya.
Ini berarti AI dapat mengungkap kanker lebih awal dibanding pembaca manusia saja. - Akurasi dan Efisiensi: Studi menunjukkan pembacaan berbantuan AI menghasilkan lebih sedikit negatif palsu dan kadang menurunkan positif palsu.
Misalnya, mamografi dengan dukungan AI meningkatkan nilai prediktif positif biopsi (yaitu kanker per biopsi) dalam uji coba di Jerman. - AI dapat memproses gambar lebih cepat daripada manusia, memungkinkan program skrining menangani beban kerja yang meningkat tanpa mengorbankan kualitas.
- Kualitas Konsisten: Berbeda dengan manusia, AI tidak lelah atau teralihkan perhatian.
AI memberikan tingkat analisis yang seragam antar kasus, yang dapat mengurangi variabilitas antar radiolog. - Mencegah Prosedur yang Tidak Perlu: Dengan membedakan lesi jinak dan ganas lebih akurat, AI dapat menghindarkan pasien dari tes yang tidak perlu.
Dalam contoh tiroid, AI dengan yakin menyingkirkan kanker tanpa biopsi. - Dalam dermatologi, aplikasi AI dapat meyakinkan pasien tentang tahi lalat jinak.
Secara keseluruhan, tujuannya adalah skrining presisi: menemukan apa yang benar-benar perlu intervensi dan menghindari overtreatment. - Akses Global: Di wilayah dengan sedikit ahli, alat AI dapat memperluas skrining setara spesialis ke klinik terpencil.
Misalnya, kolposkop AI dapat membantu perawat melakukan skrining kanker serviks di daerah dengan sumber daya terbatas.
“Pendekatan berbasis AI dapat meningkatkan kemampuan klinisi dalam mengevaluasi kanker secara efisien dan akurat”. Dalam banyak uji coba, kombinasi AI dengan keahlian dokter lebih unggul dibandingkan keduanya sendiri, seperti berkonsultasi dengan rekan yang berpengetahuan luas.
Tantangan dan Pertimbangan
AI juga membawa tantangan. Model yang dilatih dengan data terbatas atau kurang beragam mungkin tidak bekerja sama baiknya untuk semua pasien. Misalnya, detektor lesi kulit AI harus dilatih pada berbagai warna kulit untuk menghindari bias.
Alat dermoskopik AI mencatat adanya kekurangan dalam performa pada gambar dengan artefak (seperti rambut atau pencahayaan buruk) dan pada jenis lesi yang kurang terwakili.
Dalam skrining, lebih banyak deteksi bisa berarti lebih banyak alarm palsu: kolonoskopi AI menandai banyak polip kecil, beberapa mungkin tidak pernah berkembang menjadi kanker.
Mengangkat setiap lesi kecil membawa risiko sendiri (kemungkinan kecil perdarahan atau perforasi). Oleh karena itu, klinisi harus menyeimbangkan sensitivitas dan spesifisitas AI untuk menghindari overdiagnosis.
Integrasi AI ke dalam alur kerja klinis tidak mudah. Rumah sakit membutuhkan perangkat lunak yang tervalidasi dan disetujui FDA serta pelatihan staf. Ada pertanyaan regulasi dan tanggung jawab tentang siapa yang bertanggung jawab jika AI melewatkan kanker.
Banyak peneliti menekankan bahwa AI adalah alat, bukan pengganti; seperti kata seorang radiolog, menggunakan AI seperti “bertanya pada rekan yang cerdas”. Uji coba berkelanjutan dan studi pasca-pasar penting untuk memastikan alat ini benar-benar meningkatkan hasil.
Arah Masa Depan
Masa depan AI dalam deteksi kanker sangat menjanjikan. Para peneliti mengembangkan “foundation models” (AI besar yang dilatih pada dataset sangat besar) yang dapat menangani banyak tugas sekaligus. CHIEF dari Harvard adalah salah satu contohnya: dilatih seperti “ChatGPT untuk patologi” pada jutaan potongan gambar, dan bekerja di banyak jenis kanker.
Pendekatan serupa mungkin segera menggabungkan pencitraan dengan data genetik dan klinis untuk skrining ultra-personalisasi. AI multimodal dapat memprediksi tidak hanya keberadaan kanker, tetapi juga seberapa agresifnya, sehingga mengarahkan intensitas tindak lanjut.
Performa AI juga terus meningkat dengan teknik baru. Sistem CAD generasi berikutnya menggunakan arsitektur jaringan saraf canggih dan model bahasa besar untuk menginterpretasi gambar. Untuk kanker paru, para ahli mencatat sistem AI lama “primitif” dibanding model saat ini, dan mereka mengharapkan versi baru jauh lebih baik.
Studi internasional (seperti uji coba multisentra di Eropa dan AS) sedang berlangsung untuk memvalidasi alat AI secara luas. Seiring data bertambah, AI akan belajar dari hasil dunia nyata, terus menyempurnakan akurasinya.
Singkatnya, AI sudah membantu dokter mendeteksi kanker lebih awal dari gambar medis – mulai dari mamogram dan CT scan hingga foto kulit dan slide biopsi. Meski tantangan masih ada, riset mutakhir dan persetujuan regulasi menunjukkan masa depan di mana AI menjadi mitra standar dalam skrining kanker.
Dengan menangkap tumor pada tahap paling awal saat pengobatan paling efektif, teknologi ini dapat meningkatkan hasil bagi banyak pasien di seluruh dunia.